Maulid Vibes di Ngawi: Tradisi Lokal, Spirit Global

Setiap tahun, saat bulan Rabiul Awal tiba masyarakat diberbagai wilayah khususnya Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW dengan penuh khidmat, suka cita, dan tidak lupa tetap menjunjung tinggi tradisi yang ada. Hari ini Jumat tanggal 5 September 2025 seluruh umat muslim merayakannya. Di Kabupaten Ngawi sendiri memiliki tradisi dalam peringatan Maulid nabi Muhammad SAW yaitu pawai obor yang disertai arak-arakan gunungan.

Seperti di Desa Beran dan beberapa desa lain seperti Wareng, Masyarakat biasanya berkumpul selepas magrib dengan membawa obor yang menyala. Barisan terdiri dari anak-anak, remaja, hingga orang tua berjalan bersama menyusuri jalan kampung sambil melantunkan sholawat dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Obor yang dibawa bukan hanya sekadar penerang malam, melainkan simbol yang memiliki makna bahwa Rasulullah adalah cahaya yang membimbing umat manusia keluar dari kegelapan menuju jalan yang terang.

Tidak hanya itu, acara semakin meriah dengan adanya arak-arakan gunungan besar yang berisi hasil bumi seperti sayur-mayur, buah, dan jajanan pasar. Gunungan ini diarak dengan iringan rebana dan sholawat, menjadi simbol rasa syukur atas nikmat dan berkah Allah SWT. Setelah rangkaian doa bersama, gunungan tersebut menjadi rebutan warga, hal ini diyakini membawa berkah bagi siapa saja yang mendapatkannya.

Tradisi Maulid di Ngawi ini tidak hanya sarat nilai religius, tetapi juga menjadi ajang mempererat kebersamaan antarwarga, menumbuhkan semangat berbagi, dan mengenalkan nilai-nilai Islam kepada generasi muda melalui cara yang membumi dan menyenangkan.

Di Solo, peringatan Maulid Nabi dikenal dengan tradisi Sekaten dan Grebeg Maulud. Berpusat di Keraton Kasunanan Surakarta, acara ini berlangsung dalam suasana yang lebih megah dan sakral. Gamelan Sekaten ditabuh selama tujuh hari, dilanjutkan dengan kirab gunungan jaler dan estri sebagai lambang kosmos dan keseimbangan hidup yang diarak dari Keraton Kasunanan Surakarta menuju Masjid Agung. Ribuan masyarakat menyaksikan dan berebut bagian gunungan sebagai simbol keberkahan, meskipun Solo dan Ngawi berdekatan secara geografis, keduanya memiliki tradisi tersendiri dalam mengekspresikan kecintaan kepada Nabi.

Jika Ngawi menonjolkan kesederhanaan dan kebersamaan warga desa, maka Solo memancarkan nuansa budaya kerajaan dan sakralitas tradisi Jawa. Ngawi mengajak setiap orang untuk turut serta, berbaur dalam kesyahduan komunitas. Sedangkan Solo menghadirkan kemegahan budaya yang diwariskan turun-temurun dari Keraton.

Meski berbeda dalam gaya, keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu menyemarakkan cinta kepada Rasulullah melalui budaya dan tradisi. Dan justru perbedaan inilah yang membuat kedua daerah ini berpotensi besar menjadi destinasi wisata religi dan budaya yang saling melengkapi. Ngawi dengan spiritualitas desa yang hidup, Solo dengan warisan Keraton yang agung.

Meskipun tidak semegah Sekaten di Keraton Surakarta, Maulid di Ngawi memiliki daya tarik tersendiri dengan nuansa spiritual yang kuat dan kearifan lokal yang autentik. Tradisi ini berpotensi menjadi bagian dari wisata budaya dan religi, terutama bagi wisatawan yang ingin merasakan atmosfer Maulid yang hangat, akrab, dan menyentuh hati. Tradisi dan kemeriahan ini dapat menjadi daya tarik wisata budaya yang unik dan edukatif, yang diselenggarakan sekali dalam setahun dan tentu sangat layak untuk dikunjungi.

Sumber Foto : Radar Madiun


Marquee with JavaScript Looping

Butuh informasi lebih lanjut tentang berita ini?

silahkan hubungi kontak whatsapp kami untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang berita ini.